Dulu...
Dua dunia coba sama berputar. Menyatu. Berwarna.
Sepenggal, tapi...
Dulu...
Aneh. Seperti sedunia ingin berhenti, terseok bersama putaran sedunia lagi.
Dulu...
Coba telusur lubuk.
Dulu...
Tertangkap janggal.
Dulu...
Hanya menimang. Hanya menimang.
Dulu...
Putar keras saraf otak.
Dulu...
Seperti nihil dua planet dunia namanya.
Dulu...
Coba timang. Timang lagi. Timang terus.
Dulu.
Bulatlah timangan.
Tekad kiamatkan dua dunia.
Tak maksud dului Yang Di Sana.
Dulu.
Ungkap timangan pada sedunia itu.
Tak sudi busuk lanjut mengulat hati.
Usailah ganjalan usai mengungkap, semoga.
Dulu.
Kelar sudah sama putaran dua dunia.
Lega.
Tunggu. Kenapa titik mata demi titik mata jatuh kelamaan?
Uh, kotor lah pipi kecil karenanya.
Dulu, garis bawah tebalkan kapitalkan, DULU.
Sekarang...
Toh lebih baik.
Sekarang...
Tak usah buang usaha demi ganjalan itu.
Sekarang...
Waktu memudarkan sedunia itu.
Sekarang.
Titik-titik hilang demi hilang.
Sekarang.
Titik itu kunjung berganti datangkan tawa.
Sekarang.
Sadar penuh, DULU hanya bodoh.
Sekarang.
Sadar penuh, tekad sadarkan penuh.
Sang pengambil keputusan.
Pikir alasan ragu?
Rasa kecut hati?
Berani genggam timangan.
Mampu dunia itu ubah posisi kutub utara ke selatan?
izin-Nya kutub utara di utara.
Mampu dunia itu hilangkan gaya gravitasi dunia lain?
izin-Nya gaya gravitasi bumi ada.
Kan mampu apalagi usaha salah arah dunia itu buat dunia lain hilang?
Roda-roda dua dunia itu tetap hidup. Meski tak lagi seputaran.
Selamat berputar. Berputar dengan rotasi baru.
Tanpa ambil ganjalan terdahulu.
Kuat dalam diam dengan ganjalan putaran lama.
0 comments:
Posting Komentar