Kamis, 25 Oktober 2012

cinta karena cinta atau cinta karena napsu?

Ketika mereka membuatku heran. Heran pada diriku sendiri. Tentang apa yang terjadi pada diri mereka.
Ketika mereka membuatku bertanya. Bertanya pada diriku sendiri. Apakah aku pernah melakukan hal yang sama?
Ketika mereka membuatku sadar. Sadar akan diriku sendiri. Mungkin sadar akan kesalahanku, dulu...

Yang aku lakukan itu cinta karena benar-benar "cinta" atau cuma cinta karena napsu?

Cinta karena cinta itu bersumber dari Allah Ya Rabb, oleh Allah Ya Rabb, untuk Allah Ya Rabb. Karena Allah lah sumber dari segala sumber cinta. Sumber kesucian cinta Nabi Adam dan Hawa berikut keturunannya termasuk aku.
Sudahkah cintaku bersumber pada-Nya?

Sementara cinta karena napsu hanya bersumber dari suatu perasaan tak berwujud, abstrak, ga jelas apa perwujudannya.

Cinta karena cinta berawal dari senyum.
Aku dan kamu sama-sama membingungkan, tapi kita serahkan sepenuhnya pada takdir. Tak putus ikhtiar. Tak putus doa.
Kesabaran akan waktu yang menentukan.
Menulusuri lebih dalam, lebih dalam, dan lebih dalam lagi. Saling menjaga. Ya, tentu, perasaan itu. Saling menjaga. Hati. Yang karena adanya ada perasaan itu.
Saat "kita" ada, bukan lagi "aku" saja atau "kamu" saja.
Kita saling membutuhkan satu sama lain. Aku butuh, kamu siap. Kamu butuh, aku siap.
Hingga nanti saatnya tiba...
Kau berani menghadap orang-orang tersayang. Kau ungkap tujuan nyata kita.
Dan...
Atas nama Allah. Semuanya indah.
Ketika aku dan kamu sama-sama merasakan anugerah agung-Nya, rahmat cinta-Nya yang tiada tara, antar satu keturunan jenis Adam dan satu lagi keturunan jenis Hawa.
Wujud simbiosis mutualisme. Suhu dan terangnya layaknya matahari pagi yang bersinar cerah, menghangatkan serta meneduhkan. Tak kan habis manisnya. Tak kan layu bunganya. Tak kan terpisah hingga akhir waktu yang memisahkan.

Hanya dengan saling menjaga dengan ujung yang seindah itu, tak maukah?

Bukan yang berawal dari senyum namun berakhir dengan tangis.
Bukan hanya perasaan yang membingungkan tanpa ikhtiar dan doa.
Bukan keteledoran akan waktu yang menentukan.
Bukan yang tanpa ditelusuri lebih dalam. Bukan yang tidak saling menjaga perasaan itu. Bukan yang tidak saling menjaga hati.
Bukan yang saat kita ada, aku hanya "aku saja" dan kamu hanya "kamu saja".
Bukan kita yang saling membutuhkan satu sama lain namun saat aku butuh, kamu ga ada atau kamu butuh, aku ga ada.

Minggu, 21 Oktober 2012

#tanyakenapa mereka lebih mudah ... ?

Assalamualaikum Wr Wb
hai bloggy ^^ long time no posting. kangen ga? :p eh ya hai my kepoers, fudulers, secret admirers. Wkwk. Apa kabar kalian? Semoga baik-baik aja ya. Allah bless us ^^

Mau curcol sedikit ahhh hee,,, (baca: heekomakomakoma) *efek dahsyat jajang -_-* Minggu ini, aku, as a writer (setidaknya bisa dipanggil penulis di blog sendiri sebelum di buku sendiri 2 tahun lagi, Amin ya Allah ya Rabb :D), dapat sebuah pelajaran. Dari sebuah benda abstrak di hati, iya itu, he'eh itu, ih iya itu, iya apalagi kalo bukan perasaan yang "kata orang" namanya cinta. Yang sudah membeku hampir satu tahun ini. Tapi mulai mencair gara-gara kejadian ketidakwajaran tingkat rasa ingin tahu yang sangat berlebih. Mungkin aku lagi merasakan dampak dari semua itu. Ngelakuin sendiri, jatuh sendiri. Tapi gapapa, yakin bakal ada sebuah pengaruh besar habis ini. Kalo ga kaya gitu kapan punya tekadnya? Punya tekad ga fudul, punya tekad ga flashback, punya tekad lupa, kapan kalo ga kaya gitu? Semoga Allah ngelancarin proses pencairan ini sampai pada saatnya hati ini beku lagi oleh orang yang benar-benar tepat menurut-Nya, Amin :)

New life, new insiparations, new inspirated by. Banyak hal akhir-akhir ini yang buat aku mau nyoba nulis lagi, garis bawah nyoba untuk ke sekian kalinya. Tekad -> kali ini harus bisa lebih serius!

Malam ini, tepatnya tengah malam sekali -_- aku, yang hatinya lagi terlalu peka *duh melow bae sih gi -_-* dapet inspirasi. Ini mungkin bakal keliatan kaya terlalu membandingkan, tapi jangan disalahartiin dulu ya. Cuma mau tau aja sampe sejauh apa, terus sama-sama intropeksi. Check it out!

Udah ketebak belum mau bahas apa? Kalo udah, bagus! Berarti kalian yang tau aku mau bahas apa peka. Yang ga tau? Tingkatkan lagi kepekaan kalian ya. #surveysederhana

#tanyakenapa mereka (kaum adam) lebih mudah ... ?
1. Yang pasti lebih mudah melupakan lah. Survey penulis telah membuktikan. Survey kecil sih. Jangan ditanya hasil atau persentasenya!
2. Lebih mudah bilang sayang. Iya ga sih? Iya kan? Tapi kebanyakan mereka suka ga ngaku, malah nuduh balik kita (kaum hawa) yg kaya gini. Ga membohongi ada beberapa di antara kita sih (tapi aku engga~) Tapi biasanya kita tuh bilangnya "suka" bukan "sayang". Oh ya sebelumnya nanya dulu nih, bisa ngebedain suka sama sayang 'kan? Kalo masih belum tau juga cari di mbah gugel deh, tapi penulis ga bisa menjamin bakal dapet jawaban memuaskan apa engga. H4H4 :p
3. Lebih mudah menyakiti. Kalo yang ini tergantung orangnya sih ya. Ga cowok ga cewek pasti ada. Tapi kebanyakan. Setau penulis mah penjara penuh masih sama cowok ko. Pis ya pis ._.v
4. Lebih mudah memaafkan. Ini sisi baik dari sisi-sisi baiknya kaum adam, salut sama kebaikan mereka yang satu ini.
5. Lebih mudah menstabilkan perasaan. Nah ini sih emang iya.
6. Lebih mudah menganggap semuanya "baik-baik aja ko." Hal besar yang bisa buat kita nangis karena mereka bisa dianggap sepele gara-gara anggapan mereka yang ini.
7. Lebih mudah cuek. Terbuktilah, orang ini salah satu bagian dari pengalaman penulis. Wkwk
8. Lebih mudah tenang. Nah, ini sifat baik terdewa menurut penulis. Ketenangan dia waktu itu lah yang bisa buat penulis tenang menghadapi kepanikan. Apalagi kalo udah soal nilai. Duh.
9. Lebih mudah menahan dan mendinginkan emosi. Kebanyakan sih gitu. Tapi ada juga sih yang engga. Tergantung.
10. Lebih mudah mandiri. Hakikatnya manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup, mungkin bisa disebut bergantung. Mungkin. Iyalah, kalo cowok manja. Duh, ga kebayang aja. Itu anak istrinya mau diapain.

Taraaa... Itu dia 10 #tanyakenapa mereka (kaum adam) lebih mudah ... daripada kita (kaum hawa). Inget ya, 10 perbandingan di atas ga cuma kekurangannya aja. Emang dikira aku bakal ngejelek-jelekin kaum adam apa? Orang nanti suamiku kan salah satu bagian dari mereka. Ini sih pernyataan yang dinyatakan sebagai perbandingan, bukan pendapat yang isinya kelebihan aja atau kekurangan aja.

Kita mainnya demokrasi ya coy! Punya saran atau kritik? Sanggahan mungkin? Write it down on comment space as long as you can! :D

It is 1:29 morning. Time to sleep! Happy sunday, have a nice day. Allah bless again and again. Eh iya abis hari minggu hari apa ya? Senin? Huahaha. Sebenernya keingetan tugas juga sih -_- biarin deh, mau nulis dulu. Biarin tugas sekali-kali, bukan diabaikan ya inget. Dadah :D
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jumat, 19 Oktober 2012

Sang pengambil keputusan

Dulu...
Dua dunia coba sama berputar. Menyatu. Berwarna.

Sepenggal, tapi...

Dulu...
Aneh. Seperti sedunia ingin berhenti, terseok bersama putaran sedunia lagi.

Dulu...
Coba telusur lubuk.
Dulu...
Tertangkap janggal.
Dulu...
Hanya menimang. Hanya menimang.

Dulu...
Putar keras saraf otak.
Dulu...
Seperti nihil dua planet dunia namanya.
Dulu...
Coba timang. Timang lagi. Timang terus.

Dulu.
Bulatlah timangan.
Tekad kiamatkan dua dunia.
Tak maksud dului Yang Di Sana. 

Dulu.
Ungkap timangan pada sedunia itu.
Tak sudi busuk lanjut mengulat hati.
Usailah ganjalan usai mengungkap, semoga.

Dulu.
Kelar sudah sama putaran dua dunia.
Lega.
Tunggu. Kenapa titik mata demi titik mata jatuh kelamaan?
Uh, kotor lah pipi kecil karenanya.

Dulu, garis bawah tebalkan kapitalkan, DULU.


Sekarang...
Toh lebih baik.
Sekarang...
Tak usah buang usaha demi ganjalan itu.
Sekarang...
Waktu memudarkan sedunia itu.


Sekarang.
Titik-titik hilang demi hilang.
Sekarang.
Titik itu kunjung berganti datangkan tawa.
Sekarang.
Sadar penuh, DULU hanya bodoh.
Sekarang.
Sadar penuh, tekad sadarkan penuh.

Sang pengambil keputusan.
Pikir alasan ragu?
Rasa kecut hati?
Berani genggam timangan.

Mampu dunia itu ubah posisi kutub utara ke selatan?
izin-Nya kutub utara di utara.
Mampu dunia itu hilangkan gaya gravitasi dunia lain?
izin-Nya gaya gravitasi bumi ada.
Kan mampu apalagi usaha salah arah dunia itu buat dunia lain hilang?

Roda-roda dua dunia itu tetap hidup. Meski tak lagi seputaran.
Selamat berputar. Berputar dengan rotasi baru.
Tanpa ambil ganjalan terdahulu.
Kuat dalam diam dengan ganjalan putaran lama.

Minggu, 17 Juni 2012

heaven atmospher!

Suporter di Indonesia luar biasa fanatik. Mereka membuat atmosfer di stadion begitu bergemuruh. Saya sangat menyukai ini.” - kata Yu Yang yang juga diakui Xiaoli dalam jumpa pers seusai pertandingan (badminton player of China)


(source: http://olahraga.kompas.com/read/2012/06/17/15183267/Yu.Yang/Wang.Xiaoli.Suka.Suporter.Indonesia)

Gelar Simon buat Papa Almarhum

“Saya hanya ingin membuktikan kepada almarhum bahwa saya bisa juara di sini. Ini memang sudah lama jadi keinginan saya.” - Simon Santoso


(source: http://olahraga.kompas.com/read/2012/06/17/19193039/Gelar.Simon.buat.Papa.Almarhum)

Sabtu, 16 Juni 2012

heaven atmospher!

Saya rasanya seperti bermain di Korea karena orang Indonesia banyak yang memberi dukungan” - Lee Yong Dae, badminton player of South Korea


(source: http://www.antaranews.com/berita/316466/lee-yong-dae-perempuan-indonesia-cantik-cantik)

Jumat, 15 Juni 2012

heaven atmospher!

I am not afraid to face Simon. I am more afraid of facing Istora audience that will surely support Simon” - Kashyap Parupalli, badminton player of India.

ISTORA... ♥

Djarum Indonesia Open 2012. MY DREAM CAME TRUE! 


Thursday. June 14th, 2012. at Istora Senayan, Jakarta w/ 6 others.



HEAVEN ATMOSPHER!


Finally since 2010-failed, 2011-failed again… :”’ 2012-done! ALHAMDULILLAH :”’D)))
mau balik lagi napa ke sana, heaven atmospher!
see there in 2013-will be! AMIN YA ALLAH :)

Minggu, 27 Mei 2012

Kecil Tak Berarti Kecil

Plak. Bukkk.
“Ampun bu, ampunnn...” Terdengar suara memelas minta ampun di sela tangisan menyeruak sekali di telingaku.
“Diam kamu!!! Percuma kamu hidup di dunia!” Bentak seorang wanita membelah kesunyian gang sempit yang tengah ku lewati. Kutelusuri sumber suaranya. Tak jauh melangkahkan kaki, sekarang aku tepat berada di depan tempat suara itu berasal. Ya, rumah wanita yang berteriak itu. Rumah petakan di gang kecil kampung Pecinan, sebuah kampung dekat komplek rumahku.
Plakkk...
Bunyi tepakanpun makin kencang, entah tepakan apa.
“Ibuu sakittt.” Kali ini terdengar jeritan merintih tanda kesakitan. Masih dari suara yang sama, suara yang tadi memelas minta ampun, diikuti dengan nada cempreng khas anak kecil. Oh, mungkin yang punya suara cempreng itu anak dari wanita itu. Berarti... wanita itu ibu dari anak itu.
Ada apa dengan anak kecil yang tak berdosa itu?
“Ampun bu ampun,”  Ia meminta ampun lagi. Tangisnya semakin menjadi-jadi. “aku janji ga bakal makan makanan punya ade kecil lagi bu... Ampunnn.”
“Alah, diam kamu!!!” Bukannya iba, ibunya malah semakin tidak puas memukulnya.
Cuma karena makanan? Ya ampun, ada apa dengan Ibunya? Apa dia lagi kepusingan memikirkan harga sembako yang kunjung meroket? Apa ia pasien rumah sakit jiwa yang kabur karena tak kuat menanggung beban moral kemelaratannya? Satu kata, gila! YA, GILA! Kau bisa cari tahu sendiri alasannya, kan?!
Perang pun semakin sengit. Perang Dunia ketiga, itulah yang biasa orang-orang bilang kalau sedang terjadi perang sengit seperti itu. Rasanya telingaku ingin meledak, panasss! Masih ingat dengan peristiwa bom di hotel Mariot dan Ritz Carlton kan? Tahukah kamu? AKU INGIN MELEMPARI IBUNYA DENGAN KEDUA BOM ITU SEKARANG JUGA!!!!!!!!!! Hei!!! Dia pikir dia siapa berani menindas dan melindas anaknya seperti itu? Dia ibu dari anak itu, CUMA IBU!!! BUKAN TUHANNYA!!!!!
Tiba-tiba wanita itu membuka pintu rumahnya. Wajahnya merah padam. Ia melihatku seperti menguping. Aku tersentak. Cepat saja aku berjalan seperti hanya tengah melewati rumahnya, berpura-pura tidak tahu apa-apa. Padahal dalam hatiku... Grrrrr.
Wanita itu seperti ibu rumah tangga biasa, namun umurnya belum terlalu tua malah terlihat seperti masih remaja . Kulihat ia sedang menggendong anak kecilnya yang lain. Mungkin anak kecil yang sedang ia gendong itu adik dari anak yang tadi menangis merintih kesakitan. Anak itu juga ikut menangis seperti kakaknya. Ia terlihat sangat kerepotan sekali menghentikan tangisan kedua anaknya.
Sampailah aku di warung kopi yang terletak di ujung gang, masih tak jauh dari rumah wanita itu. Kulihat berbagai jenis makanan dijual di warung itu. Mulai dari nasi dan lauk-pauknya, gorengan, sampai kue-kue tradisional. Sangat lengkap meskipun hanya warung kopi berbilik bambu. Aku pun memesan nasi dan ayam goreng serta sedikit makanan kecil lainnya. Perutku sudah menjerit meminta diisi. Kemudian aku duduk di bangku panjang warung sambil tetap mengintai dan mengawasi rumah itu dan gerak-gerik penghuninya.
Tunggu...
Sebenernya aku sedang apa sih? Itu kan urusan internal rumah tangga antara ibu dan anaknya. Buat apa aku melakukan hal ini? Sebegitu ingin tahukahnya aku? Kenalin! Aku detektif dadakan kampung Pecinan, ada yang mau sewa aku? Uh.
Tiba-tiba terlintas di pikiranku yang rasa keingintahuannya sedang OD alias over dosis ini untuk menanyakan tentang ibu dan anak itu kepada ibu pemilik warung kopi di mana aku berada sekarang. Mmm... dilihat-lihat wajahnya memancarkan aura ramah bersahaja. Tak seperti aura wajah wanita itu merah padam.
“Ini neng nasi sama ayam gorengnya, nah ini kuenya.” Ibu pemilik warung kopi memberikan sebuah piring berisi nasi dan ayam goreng serta sebuah piring berisi beberapa makanan kecil yang tadi aku pesan dengan tersenyum ramah. Dugaanku terbukti. Tekadku untuk mencari tahu tentang ibu dan anak itu kepadanya semakin bulat.
“Makasih ibu.” Balasku tersenyum balik.
“Sippp neng.” Ibu pemilik warung kopi itu tersenyum lagi, kali ini dengan wajah puas sumringahnya. Orang seperti dia biasanya adalah orang yang tidak pernah meninggalkan urat senyumnya di rumah. “Mau es teh manisnya juga ga neng? Lagi panas-panas gini enaknya minum yang dingin-dingin biar brrr.” Kali ini ia malah berpromosi.
“Boleh deh bu satu, gulanya jangan banyak-banyak ya. Huh, emang lagi panas-panasnya ya.” Keluhku padanya.
“Sip deh nenggg. Iya neng, emang lagi panas banget sekarang-sekarang mah. Maklum global warming neng.” Ia pun mulai berceloteh tentang naiknya suhu udara belakangan ini. Tapi aku malah melamun tak percaya. Zaman telah berubah 180 derajat! Hanya punya warung kopi saja bisa tahu dunia dan perubahannya.
“Iya bu, dunia tambah rusak soalnya.” Sambungku sedikit, masih dalam lamunan tak percayaku.
“Ibu heran. Manusia yang jadi penghuni utamanya kok ya bukan ngejaga malah makin ngerusak. Rasanya embel-embel ‘Go Green!’ atau ‘Stop Global Warming!’ juga percuma kalau ga mulai dari diri manusia itu sendiri.” Ia melanjutkan celotehannya itu sambil mengaduk es teh manis pesananku. Aku semakin terlarut dalam lamunan kagumku kepadanya. Celotehannya yang tadi itu bukan sekedar omong kosong belaka, terbukti dari bersihnya warung kopi yang ia miliki. Orang kecil bukan berarti wawasannya juga harus kecil! “Ini neng es teh manisnya, neng neng?” Ia pun heran kenapa tiba-tiba aku melamun tanpa ekspresi seperti itu. Ia melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku berusaha membuyarkan lamunanku.
“Eh iya iya bu.” Ternyata ia berhasil.
“Ini neng es teh manisnya, dijamin syegerrr brrr.” Guyonnya membuat hari yang panas ini seperti tertiup angin sejuk tawanya.
 “Haha si ibu bisa aja.” Aku pun ikut tertawa.
“Haha.” Kami pun tertawa bersama.
Mungkin sekarang saatnya...
“Bu, saya mau nanya sesuatu boleh?” Tanyaku sedikit ragu.
“Engga boleh.” Jawabannya membuat ku shock. “Boleh ko neng boleh, haha.” Kali ini candanya membuat ku down.
“Huh ibu bikin saya deg-degan aja.” Ucapku cemberut. Serius! kali ini candaannya membuat jantungku seperti mau copot.
“Haha, maaf atuh neng.” Segera saja ia meminta maaf kepadaku.
“Iya gapapa bu, huh.” Aku menarik napas.
“Mau nanya apa neng?” Tanya ibu itu kepadaku. Mungkin ia juga penasaran apa yang ingin aku tanyakan kepadanya.
“Ibu tau ga yang punya rumah warna ijo itu?” Tanyaku sambil melihat rumah petak warna hijau tak jauh dari warung kopi tempat aku berada sekarang. Rumah wanita itu.
Ibu pemilik warung kopi menghampiriku kemudian sama-sama melihat ke arah yang sama, rumah berwarna hijau itu. “Oh, rumah kontrakan paling pojok itu? Iya tau ko, kenapa neng?” Ia balik bertanya kepadaku. Ia duduk di sampingku sekarang.
“Tadi saya lagi jalan mau ke sini lewat depan rumah itu. Tiba-tiba saya denger ada suara anak kecil di dalem rumah itu lagi ngejerit kesakitan. Abis itu, ada suara ngebentak-bentak. Saya pikir sih suara bentakan itu suara ibunya. Terus saya denger bunyi tepakan keras tapi saya ga tau bunyi tepakan apa.” Paparku.
“Oh, Tina... Biasa neng.” Jawabnya dengan nada datar.
Namanya Tina.
“Biasa gimana maksud ibu?” Tanyaku tidak sabar. Aku semakin menggebu-gebu ingin tahu tentang apa yang terjadi dengan Tina – ya, ia yang tadi aku ingin lempari dengan bom – dan anaknya itu.
“Dia mukulin anaknya lagi.”
“Emangnya sering bu dia mukulin anak sendiri?”
“Bukan sering lagi neng, kayanya dia ga puas kalo sehari aja ga mukulin Wahid.”
“Wahid?”
“Iya anak yang tadi neng denger ngejerit kesakitan.”
“Oh, anak itu namanya Wahid. Terus tadi saya liat ibunya Wahid juga ngegendong anak kecil, tapi lebih kecil dari Wahid.”
“Iya Wahid punya ade perempuan namanya Aini.”
Ternyata aku bertanya pada sumber yang tepat. Ibu pemilik warung kopi ini sepertinya juga tahu banyak tentang mereka.
 “Ohhh.” Mulutku terbuka lebar. “Tadi saya denger, Wahid dipukulin cuma garagara dia makan makanan adenya bu.”
“Pantes kalo Wahid makan makanan adenya, dia aja sering ga dikasih makan sama ibunya.”
“Hah? Ga dikasih makan?” Tanyaku tak percaya. Rasa kesalku kepada ibunya Wahid semakin menjadi-jadi. Jika diibaratkan gunung mungkin sekarang aku telah berada di puncaknya.
“Iya neng.”
Tega! Wahid kan anaknya sendiri! Yang dia kandung selama sembilan bulan, yang dia lahirkan dengan susah payah. Buat apa Wahid hidup di dunia ini kalau hanya untuk dia pukuli? Sebuas-buasnya harimau aja ga berani makan anak sendiri!
“Ko dia tega banget bu? Wahid kan anak dia sendiri.”
“Mungkin itu timbal balik dari perlakuan ayah Tina dulu.”
“Maksud ibu?” Tanyaku bingung.
“Dulu, Tina juga sering dipukulin sama bapaknya. Ga di kasih makan.”
“Jadi, maksud ibu... Tina balas dendam karena masa lalunya yang kelam itu?”
Aku mulai mengerti motif Tina, mengapa ia melakukan tindakan seperti itu terhadap anaknya sendiri.
“Ya... bisa dibilang begitu. Tina kecil sebenarnya anak yang manis, penurut, dan pintar. Waktu umurnya lima belas tahun, dia pernah cerita ke ibu kalau dia pingin jadi psikolog. Tapi... cita-citanya cuma jadi keinginan yang ga tercapai. Di umurnya yang mau 19 tahun ini dia ga pernah mendapat kesempatan untuk meraih cita-citanya itu.” Cerita ibu pemilik warung kopi dengan mirisnya.
Jadi dugaanku benar lagi. Umurku hanya lebih muda dua tahun dari umur Tina. Dia masih remaja, sama sepertiku.
“Loh, kenapa begitu bu?” Tanyaku.
“Bapaknya malah menghancurkan segalanya. Hidup, harapan, mimpi, dan cita-citanya. Ga lama setelah Tina bilang itu ke ibu, bapaknya maksa Tina berhenti sekolah biar Tina bisa nikah dengan seorang pengusaha kaya asal Kalimantan. Tina jelas-jelas nolak. Saat itulah dia benar-benar pingin menggapai cita-citanya itu. Tapi lagi-lagi... bapaknya nyiksa Tina biar Tina bisa cepet-cepet nikah sama pengusaha itu supaya dia bisa dapat kekayaan pengusaha itu. Ya... mau gimana lagi? Tina ga bisa apa-apa. Akhirnya dia nerima perjodohan paksa itu.”
Di zaman seperti ini masih ada juga Siti Nurbaya?
“Kejam...”
“Ya seperti itulah. Semua berawal dari perlakuan bapak Tina terhadap Tina.”
“Tapi kenapa dia balas dendam ke anaknya? Apa salah anaknya ke dia?”
“Entahlah, mungkin dia sakit hati sekali sama bapaknya. Ibu juga ga ngerti. Ibu sama warga lainnya udah capek ngasih tau dia. Ibu mah cuma kasian sama anaknya aja neng.” Keluhnya seperti tak acuh. Mungkin ia dan warga lainnya sudah beribu-ribu kali memberitahu Tina agar tidak seperti itu terhadap anaknya, tetapi tetap saja tidak digubris.
“Itu kan tindak kekerasan, bu. Kenapa ga dilaporin ke pak RT aja? Biar pak RT yang nindak.”
“Kami juga capek ngandelin pak RT.”
“Pak RW?”
“Sama aja.”
“Pak lurah? Pak camat? ... ” Sebelum aku melanjutkan pertanyaanku yang semakin tidak terarah kepadanya...
“Sama aja. Pemimpin zaman sekarang butuh kami cuma kalo lagi pemilihan, kalo udah kepilih ya mereka buang kami.” Nah... ini. “Sekarang, kalo warganya lagi krisis dan kritis kaya gini apa mereka bertindak sesuatu? Mereka diam! Diam! Celotehan mereka sendiri ga bisa dibuktiin, satu-satunya bukti tanggung jawab mereka ke kami ya cuma omong kosong mereka.” Lanjutnya. Sekejap aku pun kembali dibuat terperangah olehnya. Kecaman yang baru saja ia lontarkan bukan hanya tajam dan sinis tetapi juga menusuk! Dari ucapannya tadi tidak terlihat ia hanyalah seorang pemilik warung kopi. Orang kecil bukan berarti berhenti beraspirasi!
Aku jadi ingin sedikit menyanggahnya. “Tapi, ga semua dari mereka kaya begitu kan bu?” Memang, seiring berjalannya waktu makin banyak pemimpin yang seperti itu. Tapi masih banyak juga kan pemimpin yang bertanggung jawab?
“Emang. Tapi nasib buruk di Pecinan, semua pemimpin kami seperti itu.”
Aku tak dapat menyanggahnya lagi. Kenapa aku jadi seperti mereka di depan ibu pemilik warung kopi itu sekarang? Diam seribu bahasa, tak dapat berkutik. Aku jadi merasa dibuat terpojok olehnya.
“Ngomong-ngomong eneng teh siapa? Rasa-rasanya ibu baru liat neng sekarang. Kayanya neng bukan warga kampung ini ya?” Entah mengapa ia malah mengalihkan topik pembicaraan kami. Mungkin ia mengerti aku tak dapat berkata apa-apa lagi setelah mendengar jawabannya atas sanggahanku yang datar namun bermakna sedalam jurang itu.
“Oh ya saya Amal, bu. Iya bu saya bukan warga kampung Pecinan, saya tinggal di komplek sebelah kampung ini.”
“Wah, komplek yang rumahnya gedongan semua itu neng? Neng ngapain ke kampung ini? Kampung ini kan kampung kumuh.”
“Iya bu, hehe. Saya lagi jalan-jalan di kampung Pecinan, pingin nikmatin suasana kampung ini.”
“Apa yang mau dinikmatin dari kampung ini? Haha.” Ia tertawa sendiri.
“Saya pingin menikmati sisi lain dari kota ini bu. Ya Pecinan inilah sisi lainnya.” Aku memandang sekeliling kampung Pecinan. Ia malah seperti tidak percaya mendengar jawabanku.
“Neng masih sekolah apa udah kuliah?”
‘Saya udah kuliah, bu.” Jawabku.
“Kuliah di mana neng? Jurusan apa?”
“Psikologi UI, bu.” Jawabku lagi.
“Waw, keren! Kapan-kapan ibu konsultasi sama kamu boleh ya? Haha.” Tanyanya penuh canda.
“Boleh bu, boleh banget malah. Hihihi” Jawabku dengan penuh semangat.
“Mungkin... kalau Tina ga dipaksa nikah muda sama bapaknya dia bisa kaya kamu Mal.” Ucapnya miris. Raut wajahnya berubah. Tak seperti biasanya, kini ia menunjukkan raut kesedihan yang mendalam.
“Iya bu...” Balasku dengan raut muka yang sama.
“Kamu harus berjuang ya mal! Ga semua orang bernasib baik seperti kamu. Orang tuamu pasti sangat mendukungmu.” Ia memberi dukungan kepadaku dengan penuh semangat. Pundakku pun ditepuknya dengan semangat yang sama.
“Iya bu!” Jawabku pun sama semangatnya. Sebenarnya pundakku sakit ditepuknya, hehe. Tapi tak apa, tepukannya itu menyadarkankanku bahwa aku memang benar-benar beruntung! Tak lama lagi aku akan meraih cita-cita masa kecilku menjadi seorang psikolog. Sangat jauh lebih beruntung dari Tina yang memimpikan cita-cita yang sama namun kandas di tengah jalan. Ditambah kedua orang tua yang sangat sayang kepadaku dan mendukungku sedari kecil untuk meraih cita-citaku ini.
“Ayo dimakan! Keasyikan ngobrol jadi lupa ayam gorengnya udah dingin tuh.” Suruh ibu pemilik warung kopi itu agar aku segera memakan makananku. Aku pun lupa dengan makananku saking terlarut dalam bincang-bincang mengesankan yang melibatkan ia sebagai narasumbernya. Padahal perutku sudah sangat ribut sekali tadi.
“Iya bu, hihi.” Aku pun tersenyum kepadanya.
Kami pun kembali tertawa bersama.
Tak lama setelah menghabiskan makananku, aku pamit pulang pada ibu pemilik warung kopi itu. Ia berkata padaku agar jangan lupa sering-sering main ke kampung Pecinan dan ke warung kopinya. Aku pun berjanji akan sesering mungkin main ke sana.
Hari ini aku seperti mendapatkan seton emas. Emas yang lebih berharga dari sekedar emas. Sebuah pelajaran hidup. Tina, anaknya; Wahid, dan terutama ibu pemilik warung kopi itu.
Suatu saat semua akan mengerti, sesungguhnya bukan karena menjadi orang kecil kehidupan akan menjadi kecil. Bukan kecil yang menjadi dasar dari semua alasan untuk menyerah. Bukan kecil yang membiarkan kesalahan berkuasa. Menjadi kecillah untuk mengetahui dunia dan perubahannya. Tunjuklah kebenaran senyata-nyatanya! Tetaplah beraspirasi! Karena kecil itulah yang dapat mengukir arti yang besar bagi diri sendiri dan orang-orang berharga yang mengelilingi.

Minggu, 15 April 2012


inspiring by You of Ten 2 Five

You did it again 
You did hurt my heart 
I don't know how many times 

Oh you... I don't know what to say 
You've made me so desperately in love 
And now you let me down 

You said you'd never lie again 
You said this time would be so right 
But then I found you were lying there by her side 

Ooh you... You turn my whole life so blue 
Drowning me so deep, I just can reach myself again 
Ooh you... Successfully tore myheart 
Now it's only pieces 
Oh nothing left but pieces of you 

Ooh you frustated me with this love 
I've been trying to understand 
You know I'm trying I'm trying 

Oh you... I don't know what to say 
You've made me so desperately in love 
And now you let me down 

You said you'd never lie again 
You said this time would be so right 
But then I found you were lying there by her side 

Ooh you... You turn my whole life so blue 
Drowning me so deep, I just can reach myself again 
Ooh you... Successfully tore myheart 
Now it's only pieces 
Oh nothing left but pieces of you 

Ooh you... You turn my whole life so blue 
Drowning me so deep, I just can reach myself again 
Ooh you... Successfully tore myheart 
Now it's only pieces 
Oh nothing left but pieces of you 


***

You said that I'm your amazing love 
You poked my cheeks softly 
I was smiled by you 

Oh you... I don't know what to say
You've made me so desperately in love
And now you let me down 

You said that you often thought it's so joke in our relationship 
You who hated me past 
But you love me so much 

Ooh you... You turn my whole life so blue
Drowning me so deep, I just can reach myself again
Ooh you... Successfully tore myheart
Now it's only pieces
Oh nothing left but pieces of you

Ooh you frustated me with this love
I've been trying to understand
You know I'm trying I'm trying

Oh you... I don't know what to say
You've made me so desperately in love
And now you let me down 

You said "i love you so much" 
You said that you are lucky have had myself be yours 
You who feel the name of love with the right person refers to me 

Ooh you... You turn my whole life so blue
Drowning me so deep, I just can reach myself again
Ooh you... Successfully tore myheart
Now it's only pieces
Oh nothing left but pieces of you

Ooh you... You turn my whole life so blue
Drowning me so deep, I just can reach myself again
Ooh you... Successfully tore myheart
Now it's only pieces
Oh nothing left but pieces of you 

just thinking

not mind… im still thinking that ppl still will be the last. the last of all. the last of smile like past did cause hm. the last of tired have been like this all long time after i decided to finish all and h’s happy enough for leaving me. fact shows the truth but not mind. i’m still thinking

Jumat, 06 April 2012

terima kasih...

Devinna Rose, Dellarosa Hanifa, Nur Richa Rea, Nurlela Kodriah.

for all that all of you spread...

Senin, 02 April 2012

how much i must say in my life "dejavu go?" ?!

hi bloggy ^^
missing you! hell now, wanna tell about my NIGHTMARE hahaha ennnNIGHTMAREeee *scream*

berawal dari senin malem... senin abis liburan UAS
DISGUSS!!! besok ada 2 ulangan dan 1 tugas. penjabaran : 1 ulangan ekonomi ☒ + 1 ulangan biologi ☒ = 2 ulangan dan 1 tugas grafik matematika y = sin 3X  sebenernya bukan itu~^^ GALAU... cuma satukatalimahuruf itu tapi efeknya LUAR BIASA.
ya... just because that. cuma bisa diem, ngulet, stay on hape screen, tweeting, buka buku bio bentar baca lumut, teu karuan deui, balik lagi ke hape. entah ngapain... terus sejenak terbersit seutas kata-kata buat ngetweet kaya gini saking capeknya... finally and i do that

"may Allah makes a reply as nice as what i feel wrong today"

~~~~~

masih di malam yg sama *di alam mimpi ya ceritanya*
*jedarjederjedarjederasdfghjklhahkecelakaan?*
*bangunbangun*
jam12an : astagfirullah... perasaan tadi tidurnya baca doa deh. ke kulkas minum dulu setengah botol terus balik tidur lagi.
*lanjutin*
*gigifdhlkclkngi...*
*bangunlagi, ternyata udah setengah 6 jendela atas udah terang*
astagfirullah... bangun gi bangun. *cuma bisa nyebut terus berusaha cuek sama itu mimpi, lagian cuma mimpi... toh?*

udah di sekolah nih ceritanya...
bel Smavo, sekolahku tercinta sekarang ini, yg bunyinya kaya kalo mau naik kereta itu udah bunyi sekali tanda jam pelajaran ekonomi berakhir. Ngantuknyah... *buka hape* 1 new message, Nur Richa Rea. tumben... *baca isinya* ... *tarik nafas*
kenapa Allah ngasih feelingnya ke aku bukan ke orangnya? aku siapa? entahlah... aku capek.

selasa malem...
seberapa besar ya ini rasa egois, seberapa besar rasa ketidakpedulian sama orang lain, orang lain. ya... cukup tau sekedar buat ngirim sms duakata3huruf-6huruf itu aja, ITU AJA TUH TERJANGAN! :') jalan sampe jam11 untung ya untunggg banget ketiduran. ketiduran... mimpi lagi. mimpi tangannya diperban. apa coba...

rabu
do this day flat happily enough without see him yuhyuhyuh

kamis
like usual... before start the lesson, ngelamun dulu di depan kelas. entah, dari esempe sampe sekarang susah banget ngilangin bad habit yg satu ini. enak sih... ngosongin pikiran. kali ini episode ngelamun sambil belajar b.indo soalnya nanti mau ulangan b.indo -_- tiba-tiba Ajeng a.k.a menel ngambil buku b.indo catetan usang yg lagi gue baca eh diemin! ujung-ujungnya berantem uuu kaya bocil rebut-rebutan buku. That time, there is a people do a half run. Still quarelling with menel, i see like i knew that people so well. ahhh, my eyes! blur you poor you when i need! AHHH HIS HAND! perban.....

ya once again, i think. kan udah pernah bilang, i effort not to care him as far as i can~ but the fact?

*****

Senin, 19 Maret 2012

katanya kalau orang sering bikin orang lain galau bakal dibikin galau balik loh. O? semoga ya :) ;) :’) :’D



kamu ga tau rasanya kangen sama orang ini...

kamu… tau dia? don’t think it so~ kamu… tau dia di mana? mungkin kamu harus ngasih tau aku.

kamu ga akan tau rasanya kangen sama orang kaya dia.

Sarah Apriani Bunga Arta Munte - Meidyawati Virginia Hidayat

dia cuma temen sebangku ko. cuma dari pertama masuk kelas 9, 9-2, Continue. sampai detik terakhir keluar kelas 9, 9-2, Continue.
dia cuma temen yg maksa aku buat tetep duduk sama dia waktu aku mau pindah tempat duduk jadi sama Icha.
dia cuma tempat sharing dalam berbagai hal. pelajaran, internet, badminton, k-pop…
dia cuma ngajarin aku mtk waktu dia cuma minta diajarin aku masuk ke freak social networking, Twitter
aku cuma ngenalin dia dunia badminton sama ngajarin dia main badminton buat test ujian praktek olahraga. dia cuma bilang…
“Badminton itu seru”
dan itu cuma bikin aku senyum…
dia cuma ngenalin aku k-pop sama sedikit k-drama soalnya aku ga begitu suka k-drama. berawal dari SHINee sampai SNSD, berawal dari Boys Before Flower. dari lagu sampe Music Video alias MV.
kita cuma berjuang buat bikin tape ketan sama tape uli buat ujian praktek IPA. cuma kita berdua (saat ada yg lain). meskipun ujungnya failled totally a.k.a GaTot alias Gagal Total.
kita cuma berjuang sama-sama waktu semester 2 kelas 9. cuma sering belajar bareng, cuma satu kelas bimbel sekolah bareng, cuma satu tempat duduk bareng lagi pas bimbel. cuma ngelewatin TO 1 sama TO 2 bareng. aku cuma nyamperin dia ke ruang dia (9-5) di samping ruang aku (9-4) buat belajar bareng sebelum TOnya dimulai. kita cuma berjuang sama capek bareng-bareng buat ujian praktek. kita berdua (ada ko yg lain, mayoritas berjuang tapi ga capek =}). kita cuma ribet ngurusin kerja kelompok ini itu, cuma sedikit kesel karena mereka yg berjuang tapi ga capek =}. cuma bolak-balik sekolah-rumah aku buat ngeprint ini itu terus bingung kenapa ga selesai-selesai.
tapi waktu Naufal meninggal, dia cuma bangunin aku waktu nangis sampe jatuh meluk meja. dia cuma sahabat yg pertama kali nangis waktu tau Naufal bener-bener ga ada terus ndut Desti kemudian.
Lagi-lagi, dia cuma maksa ditemenin renang soalnya kata bu Resti terus dia sendiri juga ngedukung dia tuh pendek. padahal aku yg jauh-jauh lebih pendek?
Sama seperti TO 1 sama TO 2, UAS sama UN-pun kita cuma berjuang sama seperti itu lagi.
Dia sama Icha cuma satu ruangan sama aku di X1-IPA-4 pas psikotest buat masuk Smavo a.k.a R-SMA-BI Negeri 2 Cibinong jalur PPAK.
kalian pinter. banget. tapi kenapa cuma aku yg diterima? Dia cuma galau terus nangis waktu tau dia ga diterima PPAK Smavo.
Perpisahan SMP Negeri 2 Cibinong tahun ajaran 2010-2011. Minggu, 15 Mei 2011. Dia masih tetep sama aku.
Dia cuma lebih milih Smantibo padahal aku udah bilang “rah, Smavo aja. Smantibo susah.” dan dia tetep cuma lebih milih Smantibo. Dia cuma minta ditemenin ke warnet buat nyari soal test Smantibo tahun lalu (2010, red). Feelingku bener! Dia cuma tambah galau terus tambah nangis sama hampir putus asa sampe aku kelimpungan harus gimana. “Kamu kemana? Telpon ga diangkat, SMS ga dibales…”
Kita cuma sama-sama ga ikut perpisahan kelas.
Till at the end… I’m in R-SMA-BI Negeri 2 Cibinong, She’s in SMA Negeri 1 Cibinong.

***

“Cuma lebih dari sekedar hanya. teman lebih dari sekedar sahabat - sahabat lebih dari sekedar satu kata.”

Reblog~

Minggu, 18 Maret 2012

terlalu banyak hal yg buat diri sendiri iri akan kehidupan yg lain, tapi sudah terlalu banyak hal yg Dia beri yg mewajibkan diri ini 'tuk bersyukur!

mungkin gampang bilang kaya gitu tapi belum sempurna ngelakuinnya, tapi berusaha buat ikhlas salah? muna tapi kalo dihubungin sama kata ikhlas. namanya berusaha

Destiny's Child - Stand Up For Love

There are times I find it hard to sleep at night 
We are living through such troubled times 
And every child that reaches out for someone to hold 
For one moment they become my own 

And how can I pretend that I don’t know what’s going on? 
When every second of every minute another soul is gone 

And I believe that in my life I will see 
An end to hopelessness 
Of giving up 
Of suffering 

Then we all stand together this one time 
Then no one will get left behind 
And stand up for life 
Stand up and hear me sing 
Stand up for love 

I'm inspired and hopeful each and everyday 
That's how I know that things are gonna change 

So how can I pretend that I don’t know what’s going on? 
When every second of every minute 
Another soul is gone 

And I believe that in my life I will see 
An end to hopelessness 
Of giving up 
Of suffering 

If we all stand together this one time 
Then no one will get left behind 
Stand up for life 
Stand up for love 


And it all starts right here 
And it starts right now 
One person stand up 
And the rest will follow 
For all the forgotten 
For all the unloved 
I'm gonna sing this song

And I believe that in my life I will see 
An end to hopelessness 
Of giving up 
Of suffering 

If we all stand together this one time 
Then no one will get left behind 
Stand up for life 
Stand up and sing 
Stand up for love 
For love 
For love 


***

"love walks one direction with the time. both at the night or at the morning. both real or just pretending strong to know the real. believe that love is the end hopelessness, of giving up, of suffering. but... what must you know is things are gonna change. sing the song! stand up for life, stand up and sing, stand up for love."